__temp__ __location__
`
Dari Sampah Menjadi Berkah: Kisah Inspiratif Komunitas Samosir

Dari Sampah Menjadi Berkah: Kisah Inspiratif Komunitas Samosir

Inovasi pengolahan sampah oleh Komunitas Samosir Desa Balun, Banjarnegara, menjadi solusi kreatif untuk lingkungan. Dengan dukungan Lazismu, sampah organik diubah menjadi pupuk, sementara sampah non-organik dimanfaatkan menjadi produk bernilai seperti paving blok. Inspirasi untuk desa lainnya!

Banjarnegara – Sampah sering kali menjadi persoalan utama di masyarakat, tetapi Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara, menunjukkan bahwa masalah ini dapat diubah menjadi peluang. Melalui dialog daring Purwokerto Pagi yang disiarkan oleh RRI Purwokerto pada Selasa (3/12/2024), komunitas Samosir (Sampah Terorganisir) berbagi kisah inspiratif tentang inovasi pengolahan sampah yang melibatkan berbagai pihak.

Acara ini menghadirkan tiga narasumber kunci: Sri Wahyuni, SE (Camat Wanayasa), Khoirul Anwar (Manager Lazismu Banjarnegara), dan Slamet Riyadi (Penasehat Umum Komunitas Samosir). Dalam diskusi tersebut, mereka menjelaskan bagaimana program ini membawa perubahan nyata di Desa Balun.

Sri Wahyuni membuka dialog dengan mengapresiasi semangat luar biasa dari Slamet Riyadi, yang pernah menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Banjarnegara. Ia menyebutkan, 

“Tidak semua orang mau mengelola sampah. Semangat Pak Slamet patut dijadikan teladan. Meski ada kendala, kami terus memberikan sosialisasi ke sekolah-sekolah untuk menanamkan kesadaran pengelolaan sampah sejak dini.”

Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Lazismu Banjarnegara atas dukungannya dalam memfasilitasi program ini. Pemerintah Desa Balun kini berencana mengalokasikan anggaran untuk pengelolaan sampah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

“Desa Balun adalah salah satu wilayah yang belum memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dengan adanya komunitas Samosir, pengelolaan sampah diharapkan lebih bijak,” tambahnya.

Khoirul Anwar menjelaskan bahwa Lazismu adalah lembaga filantropi yang menghimpun zakat, infak, dan sedekah. Selain program sosial, ekonomi, dan dakwah, Lazismu mulai berfokus pada isu lingkungan, seperti pengelolaan sampah.

“Masalah utama bukan hanya anggaran atau alat, tetapi kesadaran masyarakat. Tak banyak orang yang mau terjun langsung mengelola sampah. Namun, di Desa Balun, kesadaran ini perlahan tumbuh,” kata Anwar.

Selama enam bulan terakhir, komunitas Samosir berhasil mengelola sampah organik menjadi pupuk dan sampah non-organik menjadi produk seperti paving block dan asbak.

Samosir: Dari Keprihatinan Menuju Inovasi

Slamet Riyadi, penasehat umum komunitas Samosir, berbagi cerita tentang awal terbentuknya komunitas ini. Berawal dari keprihatinan terhadap sampah yang menumpuk dan dibuang sembarangan, ia bersama tim Lazismu memutuskan untuk mengambil tindakan.

“Kami mendatangi rumah-rumah warga, memberikan dua plastik besar untuk memisahkan sampah organik dan non-organik. Kemudian, kami menjalin komunikasi dengan Lazismu Banjarnegara untuk membentuk komunitas Samosir,” jelas Slamet.

Nama “Samosir” terinspirasi dari pulau kecil di Danau Toba dan merupakan singkatan dari “Sampah Terorganisir.” Filosofi ini diharapkan membuat masyarakat lebih mudah mengingat dan memahami misi komunitas tersebut.

Meski sudah menunjukkan hasil yang positif, Slamet menekankan pentingnya dukungan dari berbagai pihak. 

“Kami membutuhkan bantuan, baik moral maupun material, untuk terus mengembangkan program ini. Harapan kami, Samosir tidak hanya menjadi tempat pengolahan sampah, tetapi juga pusat edukasi masyarakat,” tuturnya.

Sri Wahyuni mendukung gagasan ini dan berharap Desa Balun bisa menjadi percontohan pengelolaan sampah untuk desa-desa lain.

“Edukasi pengelolaan sampah harus terus dilakukan. Sampah yang tadinya kotor bisa diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat dan bernilai ekonomi,” ujarnya.

Khoirul Anwar menambahkan, “Kepedulian terhadap isu perubahan iklim harus ditanamkan di masyarakat. Semangat teman-teman Samosir adalah langkah kecil yang berdampak besar.”

Menginspirasi Masyarakat Indonesia

Priyo, host acara, menutup dialog dengan menyimpulkan bahwa pengelolaan sampah adalah tanggung jawab bersama. 

“Bukan hanya tanggung jawab Pak Slamet, Mas Anwar, atau Ibu Camat, tetapi seluruh masyarakat. Dimulai dari rumah tangga masing-masing, memilah sampah organik dan non-organik,” katanya.

Komunitas Samosir dari Desa Balun membuktikan bahwa dengan semangat dan inovasi, sampah bisa menjadi peluang. Program ini menjadi inspirasi bagi masyarakat Banjarnegara khususnya dan Indonesia pada umumnya. Dengan kolaborasi yang baik, Desa Balun dapat menjadi teladan pengelolaan sampah yang berkelanjutan.

Wahyu Setiawan

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *